Selasa, 11 November 2008

Demokratisasi di Meksiko, Pemberontakan Zapatista dan Masyarakat Sipil*)

Demokratisasi di Meksiko,
Pemberontakan Zapatista dan Masyarakat Sipil*)

Chris Gilbert dan Gerardo Otero**)

Satu Januari 1994 akan tercatat dalam buku sejarah sebagai tanggal yang menandai paradoks dalam Meksiko kontemporer. Tepat ketika negara itu dilantik menjadi “Dunia Pertama” bergabung dengan para tetangga utara dalam sebuah perhimpunan ekonomi yang direpresentasikan dengan Kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), sebuah pemberontakan bersenjata meletus di Chiapas, bagian tenggara negara. Setelah gencatan senjata yang mengakhiri pertempuran duabelas hari, sebuah gerakan sosial baru terlahir sudah. Gerakan ini menandingi cita-cita masa depan negara seperti yang direncanakan negara dan mesin elektoral yang berkuasa, Partido Revolucionaro Instituticional (Partai Revolusioner Institusional—PRI). Sebagian besar eksponen utama gerakan baru ini adalah kaum petani Maya, baik yang menjadi anggota maupun simpatisan Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (Tentara Pembebasan Nasional Zapatista—EZLN), dan pendukung nasional dan internasional mereka.
Dengan berfokus pada pemberontakan Zapatista dan kemunculannya sebagai sebuah gerakan sosial, kami mengkaji hubungan antara aktivitas masyarakat sipil dan demokratisasi politik. Kami berpendapat bahwa gerakan sosial yang dimulai oleh pemberontakan Zapatista telah menjadi kekuatan pendorong dalam demokratisasi Meksiko, bahkan lebih penting dari partai-partai oposisi, yang secara historis telah diperlemah atau tersedot kedalam aliansi dengan PRI yang berkuasa hanya untuk mendorong perubahan yang membiarkan watak otoritarian sistem politik hampir tidak tersentuh. Kebalikannya, gerakan sosial yang dihasilkan EZLN telah mendorong aktivitas politik ke level yang lebih tinggi dan menginspirasikan perdebatan demokratis yang mendalam. Perbedaan utamanya adalah bahwa partai-partai politik telah memfokuskan upaya-upaya mereka pada reformasi kekuatan politik dari dalam sementara EZLN telah merasuki masyarakat sipil untuk mendorong demokratisasi dari bawah.
Pemberontakan Zapatista menempatkan sistem politik Meksiko pada sebuah persimpangan. Sebuah demokrasi prosedural belaka sepertinya tidak bisa menangani permasalahan-permasalahan masyarakat sipil yang bergeliat untuk bangkit. Seperti yang telah diantisipasi oleh salah satu dari kita dimanapun (Otero, 1996a), satu hasil yang mungkin dipetik pada tahun 2000 adalah bahwa PRI akan terus memperkeras kebijakan kontrol sosial; namun kebijakan ini hampir tidak sejalan dengan citra yang telah Meksiko promosikan sebagai anggota NAFTA. Perkiraan bahwa PRI akan memperkeras kebijakannya tentang kontrol sosial terbantahkan, sebagai gantinya skenario yang paling mungkin secara historis untuk proses pemilu tahun 2000 adalah sebuah hasil liberal demokratis yang didalamnya Partido Accion National (Partai Aksi Nasional-PAN) akan memenangkan pemilu presiden. Skenario ini akan tampil sebagai hasil penggabungan keberlanjutan ekonomi yang dipimpin pasar dengan demokratisasi pemilu dari bawah (Otero, 1996a:239-242). Pada tanggal 2 Juli tahun 2000, perkiraan tentang skenario ini terbukti benar; mayoritas rakyat Meksiko memilih Vincente Fox dari PAN, menggulingkan PRI dari tampuk kekuasaan yang telah terus dipegangnya sepanjang 71 tahun. Dalam artikel ini kami berpendapat bahwa aktivitas warganegara yang terus berlanjut dan mobilisasi populer telah mampu mengembalikan arah transisi politik Meksiko menuju demokrasi yang lebih inklusif yang di dalamnya pemerintah harus merespon kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam bagian pertama kami menggambarkan beberapa reformasi pasca 1994 yang mempercepat proses demokratisasi di Meksiko. Dalam bagian kedua kami menggarisbawahi berbagai cara yang dipakai masyarakat sipil untuk merespon pemberontakan. Bagian ketiga menjelaskan respon negara terhadap pemberontakan dan praktek-praktek represif yang digunakan untuk melumpuhkan gerakan Zapatista. Bagian keempat menggambarkan upaya-upaya EZLN untuk memobilisasi kelompok-kelompok dan individu-individu yang bangkit mendukung tuntutan-tuntutan EZLN dan strategi yang dipakai EZLN untuk membangun ikatan solidaritas baru. Bagian kesimpulan membahas sumbangan gerakan Zapatista pada demokratisasi Meksiko dalam konteks tantangan-tantangan yang masih terus dihadapi.

Demokratisasi dan Pemberontakan Zapatista
Deklarasi perang EZLN menandai penghentin strategi-strategi tradisional dari gerakan-gerakan gerilya di Amerika Latin. Setelah pemberontakan, EZLN lebih mengadvokasi demokratisasi dari bawah (bottom up) dari pada merebut kekuasaan negara dan lebih melakukan gerakan tanpa kekerasan daripada perang gerilya. EZLN menekankan potensi “masyarakat sipil” (dalam bahasa EZLN, individu-individu yang tersubordinasi dan organisasi-organisasi yang independen dari struktur kooperatis negara) untuk melahirkan perubahan demokratis. Visi Zapatista berlawanan tajam dengan kebijakan PRI tentang sebuah transisi yang terkelola menuju demokrasi elektoral termasuk reformasi pasar bebas radikal yang berdampak negatif pada kehidupan kaum petani (Collier, 1994; Barry, 1995; Harvey, 1998; Otero, 1999). Alih-alih berperang untuk merebut kekuasaan dan menancapkan visinya dari atas, EZLN berupaya untuk membuka ruang-ruang politik yang di dalamnya aktor-aktor baru dalam masyarakat sipil dapat melakukan tekanan untuk demokrasi dan keadilan sosial dari bawah. Pandangan ini konsisten dengan kiri baru Amerika Latin, yang mengkonseptualisasikan kekuasaan sebagai sebuah praktek yang ditempatkan baik di dalam dan di luar negara dan dijalankan melalui apa yang disebut Gramsci sebagai “hegemoni”, penanaman kepercayaan dan nilai-nilai yang dengan sistematis berpihak pada kelas penguasa (Dagnino, 1998). Dalam mengekspresikan pandangan ini EZLN membangun sebuah strategi kebudayaan yang mempertanyakan hegemoni PRI dengan menafsirkan kembali simbol-simbol nasional dan wacana-wacana untuk mendukung proyek transformatif alternatif.
Sepanjang 71 tahun berkuasanya PRI, kandidat presiden ditetapkan oleh presiden yang sedang berkuasa dan dipastikan kemenangannya bahkan jika perlu dengan pemilu yang curang. Kepresidenan mendominasi cabang-cabang yudisial dan legislatif, sementara masyarakat sipil dikooptasi oleh organisasi massa yang dikontrol negara. (Hellman, 1983; Camp, 1995; Cornelius, 1996; Davis, 1994). Partai-partai oposisi agak menonjol sampai tahun 1978, ketika hanya ada empat partai politik yang diakui sah. Dari keempat ini, dua telah mengusulkan kandidat presiden yang sama dengan PRI di pemilu-pemilu sebelumnya; mereka dipandang sebagai pengikut partai yang berkuasa. Hanya PAN, kanan tengah, yang merepresentasikan oposisi serius (Loaeza, 1997), dan ditahun 1976 PAN mengalami sebuah krisis internal yang menghalanginya mengajukan nama kandidat presiden. Keadaan ini mengarahkan negara untuk menginisiasi sebuah reformasi elektoral untuk mencegah krisis legitimasi, memungkinkan registrasi legal beberapa partai politik lainnya. Yang paling relevan dari partai-partai yang baru saja dilegalisasi adalah Partido Comunista Mexicano (Partai Komunis Meksiko—PCM). Setelah serangkaian fusi dengan partai-partai lain, penerus-penerus PCM akhirnya membentuk Partido de la Revolucion Democratica (Partai Revolusi Demokratik—PRD) dengan menggabungkan sebuah faksi nasionalis PRI dan partai-partai politik kiri lainnya di tahun 1989 (Bruhn, 1996; Woldenberg, 1997).
Sebelum pemberontakan tahun 1994, sistem partai tidak mampu untuk menyediakan dorongan untuk sebuah reformasi besar negara. Hanyalah EZLN yang muncul sebagai tantangan eksternal bagi sistem representasi politis ketika partai-partai politik didorong untuk bekerjasama diantara mereka dan menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti (Prud’homme 1998). Segera setelah pemberontakan, Menteri Dalam Negeri, mantan Gubernur Chiapas, Patrocinio Gonzalez dipaksa untuk mengundurkan diri. Reformasi elektoral digaungkan dan mengijinkan pengamat sipil nasional dan internasional untuk mengawasi pemilihan presiden di Bulan Agustus tahun 1994. Terlebih lagi, menjelang tahun 1996 Instituto Federal Electoral (komisi pemiluhan umum—IFE) diubah menjadi badan independen yang tidak dijalankan pemerintah melainkan oleh warga non partisan. Pemerintah juga menunjuk seorang komisioner perdamaian, Manuel Camacho Solis, untuk membuka negosiasi dengan EZLN dalam sebulan pemberontakan tahun 1994. Ini merepresentasikan sebuah transisi tercepat dari pemberontakan gerilya ke proses damai dalam sejarah Amerika Latin. Selama pemilu-pemilu putaran menengah di tahun 1997, kaum oposisi meraih kontrol majelis rendah kongres untuk pertama kalinya dalam sejarah, dan Cuauhtemoc Cardenas, seorang anggota PRD kiri tengah untuk pertama kalinya terpilih sebagai walikota Kota Meksiko. Pada tahun 1999, PRI menyelenggarakan pemilihan penting untuk memilih kandidat presidennya, memutuskan tradisi yang mengharuskan presiden yang berkuasa untuk menunjuk kandidat presidennya. Meskipun kritik mempertanyakan kebenaran persaingan pemilihan yang penting ini, peristiwa ini menandai sebuah sumbangan penting bagi proses demokratisasi Meksiko yang lama terputus.
Sampai Juli 2000, meskipun tantangan-tantangan besar masih bercokol di jalan menuju demokrasi, Meksiko terus digambarkan sebagai sebuah sistem politik semi demokratis karena kecurangan dalam pemilu masih dipraktekan (Semo, 1999). Terlebih lagi, sistem politiknya belum melewati ujian pergantian kekuasaan yang selama ini telah dimonopoli oleh PRI selama 70 tahun. Demokrasi juga telah terancam oleh catatan hitam negara tentang pelanggaran HAM dan penegakan hukum. Pasukan keamanan secara rutin melakukan praktek-praktek otoriter termasuk ancaman, siksaan, intimidasi dan represi yang menentang gerakan-gerakan oposisi (Human Right Watch 1997). Keterkaitan negara dengan pembunuhan 45 masyarakat adat di Acteal, Chiapas, pada tanggal 22 Desember 1997 adalah simbol kondisi represif yang menghadang persyaratan dasar demokrasi liberal yaitu penghormatan hak-hak sipil dan politik, pemilu yang bersih dan sebuah tingkat partisipasi politik yang besar (Linz dan Stepan 1996).
Pemberontakan tahun 1994 dan kemunculan gerakan sosial memicu gelombang komentar dari para intelektual Meksiko. Roger Bartra, seorang sosiolog, menyatakan: “perang di Chiapas telah memprovokasi guncangan social dan politik yang paling kuat yang telah diderita Meksiko dalam seperempat abad terakhir” (dikutip dalam Mendez Asencio dan Cano Gimeno, 1994: 11). Ia berpendapat bahwa meskipun kekerasan yang digunakan oleh para pemberontak seharusnya dianggap antidemokratis, namun pemberontakan itu telah menghasilkan hasil yang di luar perkiran yaitu kebangkitan prospek demokrasi Meksiko: “Kita dihadapkan dengan paradoks bahwa EZLN telah membuka sebuah jalan menuju demokrasi” (1994:1). Antonio Garcia de Leon, seorang sejarawan, menulis: sumbangan EZLN bagi transisi, atau konstelasi transisi-transisi kecil, menuju demokrasi adalah fakta sejarah yang tidak bisa disangkal. Akhirnya Meksiko menikmati kritik kebudayan dan analis gerakan sosial, Carlos Monsivais, rupanya sepakat bahwa EZLN telah membawa rangsangan bagi proyek demokrasi (1995). Jika EZLN mempunyai dampak pada demokratisasi Meksiko, dampak tersebut bisa dilihat pada kebangkitan masyarakat sipil.

Tanggapan Masyarakat Sipil Terhadap Pemberontakan Zapatista

Pemberontakan Zapatista mengilhami berkembangnya organisasi dan dukungan pada level nasional dan internasional. Masyarakat sipil menanggapinya dalam berbagai bentuk; memprotes pemerintah untuk menghentikan perang; mengorganisasi batas aman HAM untuk melindungi tempat dialog ketika pembicaraan damai sedang berlangsung; membawa suplai ke komunitas hutan yang dikepung oleh unit tentara federal; membangun “tenda perdamaian” dan mengamati kondisi HAM di komunitas-komunitas yang terancam oleh kehadiran militer; mengorganisasikan proyek kesehatan, pendidikan dan produksi alternatif; membentuk organisasi non pemerintah (ornop) untuk mengawasi penghormatan terhadap HAM; membangun kelompok-kelompok pendukung Zapatista berbasis sipil; berpartisipasi dalam forum-forum dan pertemuan-pertemuan yang digagas EZLN untuk membahas demokrasi dan hak-hak masyarakat adat (EZLN, 1996). Sebuah mobilisasi yang berarti besar telah terjadi diluar saluran-saluran politik tradisional yang dimotivasi oleh seruan EZLN untuk demokrasi.
Gerakan pertama yang dilakukan masyarakat sipil adalah sebuah reaksi spontan ketika ribuan orang turun ke jalan memprotes pemerintah yang memerintahkan angkatan udara Meksiko untuk memuntahkan peluru dan roket dari penerbangan rendah untuk menghabisi pemberontak dan untuk mengeksekusi pemberontak yang ditangkap oleh tentara federal tanpa proses pengadilan (diverifikasi dalam laporan HAM). Presiden Carlos Salinas menyadari dirinya berada di tengah krisis seiring menurunnya perdagangan saham di Meksiko sebesar 6,32 persen yang merupakan penurunan terbesar sejak tahun 1987 (La Botz, 1995:8). Salinas pada awalnya mengutuk pemberontakan Zapatista sebagai “para profesional kekerasan” dan “pelanggar hukum”, namun pada tanggal 12 Januari, karena protes yang terus berlangsung, ia memerintahkan pengunduran diri menteri dalam negeri dan memerintahkan gencatan senjata dan negosiasi.
Komunike EZLN memperjelas bahwa para pemberontak tidak hanya menentang ketiadaan demokrasi, tapi juga reformasi pasar bebas neoliberal yang telah membuka ekonomi Meksiko dan rakyat untuk tersedot kekuatan kepitalisme global. Berbicara dengan reporter di Plasa San Cristobal pada tanggal 1 Januari, Subkomandante Marcos berujar: “Hari ini adalah permulaan NAFTA, yang tidak lebih dari sebuah hukuman mati bagi suku masyarakat adat Meksiko, yang benar-benar tidak dipedulikan dalam program modernisasi Salinas de Gortari” (Autonomedia, 1994:68). Sebuah grafiti melekat di San Cristobal setelah pemberontakan dan bunyinya “Kami tidak ingin pasar bebas, Kami ingin kebebasan!” (Mendez Ascencio dan Cano Gimeno, 1994:22). Seorang analis mencatat, “Chiapas adalah pertempuran bersenjata pertama melawan Pasar Global dan sekaligus……memperjuangkan demokrasi”(Cooper, 1994:2).
Pemberontakan tersebut meluruhkan kerja-kerja PRI untuk memperbaiki kepercayaan publik setelah pemilu curang tahun 1998 yang menggiring Carlos Salinas ke kursi kekuasaan. Pemerintahan Salinas berjanji untuk membawa Meksiko ke dalam Dunia Pertama dan menjalankan reformasi besar-besaran untuk meletakan landasan kerja untuk NAFTA, mengubah dekade kebijakan-kebijakan statis dan nasionalistik dalam waktu beberapa tahun (Otero, 1996b). Privatisasi 252 perusahaan yang dikelola negara, termasuk bank-bank nasional dan Telmex (Perusahaan Telepon Meksiko), menghasilkan 23 milyar dolar AS simpanan negara dan dengan masif mengurangi subsidi pemerintah ke perusahaan-perusahaan yang merugi (Oppenheimer, 1996:9). Seorang jurnalis menulis: “Salinas telah bekerja keras untuk merubah ekonomi sosialis, nasionalis Meksiko menjadi sebuah ekonomi kapitalis pro Amerika yang terbuka untuk perdagangan internasional” (Thomas 1993: 10). Majalah Forbes mengatakan: “Meksiko tidak bisa lagi dianggap Dunia Ketiga” (dikutip dalam Oppenheimer, 1996:8).
Penandatanganan NAFTA berarti menyediakan penyegaran kembali dukungan bagi PRI untuk pemilu tahun 1994. Namun, setelah pemberontakan dimulailah penafsiran ulang yang pedas atas kenyataan sosial ekonomi Meksiko. Seorang penulis Meksiko mengatakan: ”Bersamaan dengan saat kita mengabarkan dunia dan diri kita bahwa kita terlihat seperti AS, kita berubah menjadi Guatemala.” Heberto Castillo, seorang politisi nasionalis kiri mendeklarasikan: “Mereka yang bertepuk tangan untuk pertumbuhan ekonomi kita … benar-benar buta karena sementara yang kaya semakin kaya, bangsa ini semakin miskin” (dikuti dalam Cooper, 1994:2).
Pada level lokal, pemberontakan Zapatista merepresentasikan titik puncak perjuangan kaum tani independen selama lebih dari dua puluh tahun, manifestasi sejarah panjang resistensi masyarakat adat regional, dan sebuah demonstrasi terbuka perjuangan gerilya yang telah berlangsung di Chiapas sejak awal tahun 1970an (Montemayor, 1997). Salah satu isu pokok pejuang EZLN adalah modifikasi Pasal 27 Konstitusi Federal yang dilakukan pemerintah yang mengakhiri land reform (Cornelius dan Myhre, 1998; Otero 1999), artinya petisi baru dan klaim-klaim luarbiasa tidak lagi diakui (Barry, 1995, Harvey, 1996; 1998). Ancaman terhadap tanah dan prospek mengimpor jagung yang lebih murah dari Amerika Serikat melalui NAFTA menjadi ancaman serius bagi cara hidup tradisional petani Maya dan kapasitas mereka untuk memelihara produksi subsisten (Collier, 1994; Otero, Scot dan Gilbreth, 1997).
Pemberontakan dilakukan oleh para aktor yang identitas kolektifnya dikonstruksi di sekitar pengalaman historis Maya tentang rasisme dan subordinasi sosial ekonomi. Bahkan setelah berakhirnya kekuasaan penjajahan Spanyol di awal abad sembilanbelas, masyarakat adat terus menderita akibat eksploitasi melalui perbudakan dan kerja untuk membayar hutang. Memasuki abad keduapuluh, orang-orang Maya terus bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh tani, memburuh untuk ladino lokal, populasi (bukan masyarakat adat) di Chiapas. Slogan untuk pemberontakan adalah “Cukup adalah Cukup” (Enough is Enough). Ketika ditanya mengapa ia bergabung dengan EZLN, Komandante Hortencia, seorang perempuan Tzotzil berucap: “Saya menjadi seorang Zapatista untuk memperjuangkan rakyat saya, sehingga suatu hari nanti akan ada keadilan dan perdamaian di Meksiko” (wawancara, San Andres Larrainzar, Maret 1996). Para anggota Zapatista mengekspresikan keyakinan kuatnya bahwa kondisi historis mereka akan berubah hanya dengan upaya mereka sendiri.
Bagi beberapa Ladino di Chiapas, pemberontakan menghidupkan ketakutan mereka akan “indiada”, pemberontakan “Indian yang buas” yang akan menyerbu untuk merapok, memperkosa dan menjarah (de Vos, 1997). San Cristobal, Ocosingo, Altamirano adalah kota-kota yang dikontrol oleh ladino di tengah komunitas-komunitas pedesaan petani subsisten Maya. Sepanjang sejarah, sebuah wacana yang telah begitu melekat memandang populasi ladino secara alami superior terhadap orang-orang Indian. Seorang perwakilan pemerintah, perempuan ladino dari San Cristobal, berkata kepada seorang delegasi internasional: “Sebelum pemberontakan, yang ada adalah hubungan harmonis antara masyarakat adat dan kaum Ladino. Mereka bekerja di rumah kami dan kami memperlakukan mereka sebagaimana kami ke anak-anak kami (wawancara, San Cristobal de Las Casas, November 1996). Komandante Susana, juru bicara dataran tinggi Tzotzil dan juru bicara EZLN, berkata: “Ketika kami pergi ke kota-kota besar mereka melihat kami tidak lebih dari indios ….mereka mengutuk kami karena menjadi masyarakat adat seolah-olah kami binatang………kami tidak dipandang setara dengan perempuan Mestizo.” (wawancara, San Andres Larrainzar, Maret 1996).
Pemberontakan juga membangkitkan isu kesenjangan-kesenjangan sosial ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan distribusi tanah. Di banyak zona konflik (bagian timur kota Ocosingo, Altamirano, dan Las Margaritas), kaum petani Maya yang telah mengambil alih dan menduduki tanah sejak 1994, berupaya untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Gerakan land reform telah dimulai sejak tahun 1970an tetapi pemberontakan lebih jauh lagi mempolitisasi kaum tani Maya dan menaikan militansi mereka. Dalam banyak kasus, para tuan tanah meninggalkan kepemilikan mereka selama pemberontakan, takut dengan keamanan keamanan diri mereka. Sejumlah besar tanah tetap tidak dihuni dan dipakai untuk beberapa tahun, setelah ternaknya di ambil dan tidak lagi digarap. Dalam kasus lain, tanah diambil alih, atau “direbut kembali” dan dibentuklah komunitas-komunitas baru. Seorang perwakilan dari Populasi Baru Moises-Gandhi, Ocosingo menjelaskan mengapa para anggota komunitas datang dan menduduki tanah (wawancara, Ocosingo, Oktober 1996):
Tanah ini dimiliki oleh kakek-kakek kita, yang berbicara dalam bahasa Tzeltal tapi tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Karenanya, mereka berbuat curang dan merebut tanah kakek-kakek kita. Ladang jagung mereka rubah menjadi ranch peternakan besar, dan kakek-kakek kita dipaksa bekerja menjadi buruh dengan upah yang sangat rendah. Akhirnya para kakek dipaksa menggarap tanah kecil di atas bukit yang diperuntukan bagi mereka. Ketika ayah-ayah kita lahir, tidak tersedia tanah yang cukup. Dan banyak keluarga dipaksa memburuh dengan upah yang sangat rendah di fincas yang lain. Kami harus hidup dalam komunitas-komunitas lain. Karena itu kami tidak mencuri tanah ini; ketika pemiliknya pergi setelah pemberontakan, kami merebutnya kembali.
Pemberontakan Zapatista dan disusul dengan pangambilalihan tanah membangkitkan hubungan kesukuan. Para Ladinos mengekspresikan resistensinya terhadap ide masyarakat adat yang mendeklarasikan hak mereka untuk setara dengan anggota masyarakat Meksiko lainnya. Seorang pemilik ranch peternakan yang telah meninggalkan tanahnya di pedalaman wilayah Zapatista berkata: Orang Indian tidak mau bekerja karena mereka adalah pemalas. Zapata benar ketika ia berkata, “tanah adalah untuk mereka yang menggarapnya,” tapi ia lupa untuk menambahkan ‘untuk mereka yang mau menggarapnya’ dan ‘untuk mereka yang tahu bagaimana menggarapnya secara produktif’” (wawancara Comitan Desember 1996). Penghinaan atas sebuah kebudayaan yang berakar pada pertanian subsisten ini adalah perilaku yang ingin diubah Zapatista.
Pemberontakan Zapatista mengawali sebuah penekanan baru pada pemberdayaan kebudayaan masyarakat adat. Seiring merebaknya citra figur pemberontak dari masyarakat adat ke seluruh Meksiko, para seniman Tzotzil San Cristobal bereaksi dengan menjahit topeng-topeng papan kayu pada boneka-boneka khas mereka dan mengukir senapan kayu kecil untuk ditempatkan di tangan boneka. Boneka Zapatista dengan cepat meraih keberhasilan komersil. Penjual yang berasal dari masyarakat adat dengan bangga menjelaskan boneka mana saja yang merepresentasikan para komandan Zapatista karena boneka-boneka itu didandani meniru foto-foto di halaman depan surat kabar lokal yang memuat foto perempuan dan laki-laki Zapatista yang sedang bernegosiasi dengan para pejabat pemerintah. Bagi rakyat Maya yang hanya mengetahui Zapatista setelah pemberontakan meletus, melihat kawannya yang juga dari masyarakat adat dalam pakaian tradisional terpampang dengan penuh kehormatan adalah sumber kebanggaan dan kekaguman. Dampak dari pemberdayaan baru ini memberikan sumbangan pada pertumbuhan gerakan setelah tahun 1994 seiring komunitas-komunitas di dataran tinggi dan zona bagian utara mulai mendukung proyek Zapatista secara terbuka.
Dampak dari pemberontakan mengubah lanskap sosial dan politik Chiapas. Masyarakat adat meraih sebuah ruang untuk mengembangkan tuntutan-tuntutan mereka dan membuat mereka didengar terlepas dari resistensi populasi Ladino. Namun konflik juga memperburuk ketegangan di komunitas-komunitas masyarakat adat, dengan anggota-anggota yang tidak yakin apakah mereka berdiri di pihak pemerintah (PRI) atau pendukung Zapatista. Tanggapan pemerintah terhadap pemberontakan gagal menyumbang secara signifikan pada proses keseluruhan resolusi konflik tapi berhasil dalam mengurangi kapasitas EZLN untuk berinteraksi dengan masyarakat sipil nasional dan internasional dalam rangka mencari upaya damai untuk transformasi sosial.

Respon Negara terhadap Pemberontakan Zapatista
Segera setelah pemberontakan, pemerintah Meksiko terlihat mengadvokasi perdamaian dengan menciptakan gencatan senjata dan sepakat untuk bernegosiasi dengan EZLN. Pemerintah menunjuk komisioner perdamaian, dan bertepatan dengan tiga bulan setelah pemberontakan, perwakilan EZLN dan para pejabat pemerintah bertemu langsung di San Cristobal. Putaran pertama negosiasi-negosiasi terputus di bulan Juni 1994 karena menjelang pemilu, tetapi proses tersebut dibangun kembali di musim semi 1995 sebagai tanggapan atas aksi militer oleh pemerintahan Ernesto Zedillo yang bertujuan menangkap pimpinan EZLN. Negosiasi tahun 1995-1996 di San Andres Larrainzar membangun sebuah kerangka kerja untuk diskusi dan proses mencapai kesepakatan.
Dimulainya kembali negosiasi adalah bagian dari sebuah kesepakatan yang mensyaratkan pemerintah untuk membatasi jumlah pasukan di dataran rendah bagian timur sebagai sebuah tindakan keamanan bagi masyarakat sipil yang terancam dengan kehadiran pasukan pemerintah. Terlepas dari adanya kesepakatan, tentara terus menyerbu wilayah-wilayah yang diketahui mendukung EZLN bersamaan dengan berlanjutnya pembicaraan damai sepanjang 1996. Organisasi-organisasi HAM menafsirkan kebijakan untuk mengupayakan perdamaian di satu sisi dan menggunakan represi di sisi lain sebagai sebuah bentuk perang intensitas rendah, yang berparalel dengan strategi counter-insurgency yang digunakan selama peperangan di Vietnam dan Amerika Tengah (Lopez Astrain, 1996; Centro de Derechos Humanos Fray Bartolome de Las Casas, 1996, La Jornada 2 Maret 1997). Dalam peperangan berintensitas rendah, tentara menggunakan hubungan masyarakat untuk memberi imbalan kepada masyarakat sipil yang berpihak pada pemerintah, menghadiahkan mereka dengan bantuan material, layanan kesehatan dan proyek-proyek pekerjaan di desa, sementara komunitas-komunitas yang menolak, menghadapi pelecehan dan intimidasi. Serangan-serangan dari polisi keamanan publik dan tentara federal di “komunitas-komunitas otonom” (begitu yang dideklarasikan pasukan EZLN) menunjukan bahwa taktik intensitas rendah telah dikombinasikan dengan praktek koersif langsung oleh negara.
Serangan militer di bagian timur Chiapas pada bulan Februari 1995 berujung pada pembangunan lusinan perkemahan militer. Pangkalan militer ini bekerja untuk memapankan kembali kehadiran militer di wilayah tersebut dan mengurangi tingkat aktivitas oposisi damai yang dapat dilakukan oleh komunitas-komunitas yang terisolasi. Sejumlah perjalanan ke zona ini antara tahun 1995 sampai 1998 memberikan kami sebuah pengalaman langsung seputar kehidupan sehari-hari yang diubah oleh kehadiran tentara. Di sana terdapat landasan reguler dan patroli udara. Adalah biasa bagi masyarakat lokal dan orang luar untuk ditanyai di jalan yang di barikade militer atau dikejutkan dengan helikopter-helikopter yang terbang rendah dan berputar-putar atau menjadi subyek pengintaian. Dalam kondisi ini, kebebasan ekspresi politik benar-benar dibendung. Tentara federal dan paramiliter terkadang menganggap aktivitas oposisi lokal sebagai aktivitas subversif.
Para pekerja pedesaan menjelaskan dampak negatif kehadiran militer pada kehidupan sehari-hari. Ongkos hidup menjadi naik karena kenaikan permintaan untuk barang-barang kebutuhan dasar seperti sabun, gula, garam dan minyak. Inflasi harga lokal dibarengi dengan menurunnya produksi pangan, karena petani tidak lagi merasa aman bekerja di ladang mereka yang cukup jauh. Lagipula, tentara-tentara dilaporkan telah mengkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang dan membangun jaringan prostitusi. Dalam komunitas-komunitas yang sangat miskin, terdapat laporan tentang anak-anak perempuan penduduk yang dipaksa bekerja di prostitusi untuk mendapatkan makanan bagi keluarganya.
Pemerintah menawarkan bantuan material jangka pendek untuk masyarakat sipil tapi tidak akan mengurangi kehadiran tentara. Bantuan dalam beberapa kasus didistribusikan oleh penguasa lokal PRI yang menegaskan bahwa bantuan hanya untuk keluarga yang mendukung pemerintah. Kebijakan-kebijakan ini dan kehadiran tentara memperlambat momentum Zapatista, memecah belah komunitas-komunitas dengan kesetiaan yang terbelah, dan akhirnya meletuslah kekerasan karena pendukung pemerintah, yang didukung penguasa PRI lokal, didorong untuk membentuk kelompok-kelompok paramiliter untuk menyerang simpatisan EZLN, khususnya di wilayah di luar zona konflik dataran rendah bagian timur (Centro de Derechos Humanos Fray Bartolome de Las Casas, 1996). Dalam beberapa kasus, kekerasan yang terjadi didukung oleh pemerintah sementara kekerasan lain sengaja didiamkan dan dibiarkan terus terjadi melalui impunitas institusional (Human Rights Watch 1997). Peraih Nobel dari portugis Jose Saramago mengkritik penegasan Zedillo yang mengatakan: “Tidak ada perang di Chiapas”. “Di sana ada perang yang benar-benar perang dan disana “tidak-perang” sama dengan perang” (dikutip dalam Guemes 1999). Mary Robinson ketua Komisi HAM Tingkat Tinggi PBB, sangat kritis terhadap tingkat kekerasan dan impunitas di Chiapas selama kunjungannya di tahun 1999 (La Jornada, 27 dan 28 November 1999).
Kekerasan paramiliter pertama kali muncul di kota-kota yang berbahasa Chol yaitu, Tila, Salto de Agua, Yajalon, Sabanilla dan Chilon (zona bagian utara) di tahun 1995. Pada awalnya tidak ada bukti bahwa kekerasan yang terlokalisasi tersebut adalah bagian pola konflik yang lebih luas, tetapi mobilisasi populer berikutnya menunjukkan bahwa dukungan untuk tuntutan-tuntutan EZLN memang telah tersebar ke zona bagian utara. Konstruksi “New Aguascalientes” kelima EZLN di tahun 1996 bertempat di Roberto Barrios, Palenque, melibatkan ratusan aktivis berbahasa Chol dari zona bagian utara. Mereka mengekspresikan derita mereka dan menunjukkan dukungan mereka untuk EZLN pada spanduk yang digantung di sana dan mengutuk ketiadaan keinginan pemerintah untuk mengakhiri kekerasan di Tila. Simpati untuk EZLN juga ditunjukan oleh para aktivis masyarakat adat yang mengambil alih balai kota di Sabanilla dan ribuan orang yang turut berpatisipasi dalam pawai untuk perdamaian ketika politisi oposisi Cuauhtemoc Cardenas mengunjungi Tila di tahun 1996. Sehingga kekerasan menentang mobilisasi rakyat di zona bagian utara ditafsirkan sebagai serangan balik langsung terhadap pertumbuhan dukungan regional untuk EZLN (Centro de Derechos Humanos “Miguel Agustin Pro Juarez, 1998).
Selama berlangsungnya misi HAM di tahun 1996 untuk menginvestigasi hubungan antara meningkatnya kekerasan dan militerisasi wilayah oleh pemerintah, kesaksian yang diperoleh menunjukan keterkaitan para politisi PRI dan anggota polisi keamanan masyarakat di zona bagian utara dengan suplai persenjataan bawah tanah dan pelatihan masyarakat sipil yang akan menentang EZLN dengan kekerasan (CONPAZ, 1996). Contoh yang paling jarang diketahui adalah transformasi sebuah organisasi pembangunan pedesaan, Paz y Justicia, menjadi sebuah front untuk kekerasan paramiliter yang didukung oleh pemerintah pusat PRI. Aksi kekerasan Paz y Justicia berujung pada pengusiran ribuan keluarga yang bukan pendukung PRI dari rumah-rumah mereka dan serangkaian konfrontasi dan pembunuhan oleh kedua belah pihak yang berkonflik. Pada satu titik, pengamat HAM tidak mungkin memasuki zona utara setelah terjadi dua kecelakaan penembakan yang dilakukan anggota milisi Paz y Justicia yang menargetkan misi pengamat HAM dan karavan bantuan material (Centro de Derechos Humanos Fray Bartolome de Las Casas, 1996).
Menjelang tahun 1997, pola kekerasan yang sama mulai muncul di pusat dataran tinggi Chiapas sebagai buntut dari perkelahian lokal antara pendukung pemerintah dan pendukung EZLN yang berujung pada beberapa kematian dan pengusiran ratusan keluarga. Situasinya memuncak dengan terjadinya pembunuhan 45 perempuan, anak-anak dan laki-laki (semuanya adalah masyarakat adat) ketika mereka sedang beribadat di kapel kecil di Dusun Acteal, Chenalho, pada tanggal 22 Desember, 1997. Investigasi yang dilakukan mengungkapkan keterkaitan langsung antara milisi paramiliter yang bertanggungjawab untuk pembunuhan dan pemerintah kota PRI dan pasukan negara untuk keamanan masyarakat (Centro de Derechos Humanos Fray Bartolome de Las Casas, 1998).
Pemerintah telah sepakat untuk tidak menambah pasukannya di zona konflik sebagai bagian dari Undang-Undang Perdamaian dan Rekonsiliasi tahun 1995 yang mengatur proses perdamaian. Juga pasal 129 Konstitusi Meksiko yang melarang tentara berpatroli di luar pangkalan selama masa damai. Namun, militer membenarkan barikade jalan, patroli dan perkemahan militer baru sebagai bagian dari misi untuk melawan perdagangan obat terlarang dan mengontrol aliran senjata. Terlebih lagi, militer mengklaim bahwa penambahan jumlah kehadiran personelnya, menyusul pecahnya kekerasan di dataran tinggi dan zona bagian utara, dibutuhkan untuk menjaga keamanan, meskipun kelompok-kelompok oposisi mengeluhkan kehadiran militer merepresi hak ekspresi politik mereka dan kapasitas mereka untuk mengupayakan perubahan politik melalui cara-cara damai. Dengan kondisi seperti ini, adalah mudah untuk membaca bahwa aktivitas politik di seluruh Chiapas sudah dikendalikan. Namun, kebalikannya sebuah kebangkitan yang menakjubkan dari mobilisasi masyarakat sipil telah terjadi sebagai tanggapan atas pemberontakan, dan aktivitas ini sudah memberikan sumbangan besar pada proses demokratisasi Meksiko yang begitu sulit.

Kemunculan Zapatista bagi Masyarakat Sipil
Sejak saat komunike pertama Zapatista dikirim lewat faks ke seluruh pers nasional, pemberontakan masyarakat adat memasuki babak sejarah, menjadi ikon kebudayaan di Meksiko. Tulisan-tulisan Sub Komandante Marcos yang memakai nama Comite Clandestino Revolucionaro Indigena—Comandancia General (Komandan Jenderal—Komite Masyarakat Adat Revolusioner Klandestin—CCRI-CG) diterbitkan di seluruh dunia, bersama dengan surat-surat pribadinya, puisi dan cerita-cerita pendek. Marcos benar-benar mengambil keuntungan dari liputan media, memberikan sejumlah wawancara yang membuat perubahan pada dirinya dari seorang pemberontak bertopeng menjadi pejuang kebebasan. Reproduksi gambar Marcos menghiasi kalender, asbak, gantungan kunci, kaos, stiker, pemantik api dan pena yang dijual diseluruh penjuru Meksiko. Marcos disebut “penyair pemberontak” oleh Vanity Fair, dan CBS’s 60 minutes mengirimkan seorang kru untuk mewawancara Marcos dalam bahasa Inggris untuk pemirsa di AS. Bahkan pemenang Hadiah Nobel, penulis Meksiko yang konservatif, Octavio Paz yang pada awalnya menentang EZLN, kemudian hari menganggap salah satu komunike Marcos sebagai “yang mengguncangkan” dan berkata bahwa komunike itu telah membuatnya berubah (1994). Pers Eropa meliput aksi-aksi awal EZLN, dan para intelektual terkenal Amerika Latin dan tokoh-tokoh ternama Eropa, termasuk penulis Uruguay Eduardo Galeano dan mantan ibu negara Perancis, Danielle Miterand mengambil peran aktif dalam membela tindakan EZLN.
Pemberontakan dipandang sebagai pernyataan terbuka yang dilakukan oleh minoritas yang tertindas dalam menentang kapitalisme global yang begitu buas mengancam petani kecil Maya dan, lebih luas lagi, setiap kelompok subordinat yang tidak mampu menanggung beban kompetisi global. Pemberontakan tersebut juga memulai pemanfaatan inovasi teknologi. Untuk pertama kali para pengamat di seluruh dunia bisa mengikuti perkembangan gerakan dari layar komputer mereka karena komunike-komunike EZLN dan berikut perdebatan dan diskusinya terus berlangsung lewat dunia maya (cyberspace) (http:/www.ezln.org). Berbagi refleksi dari beragam perspektif ilmu tentang politik kebudayaan juga diilhami oleh perjuangan Zapatista (Ribeiro, 1998; Slater, 1998; Yudice, 1998).
Banyak orang merasa bahwa komunike-komunike Marcos mengungkapkan kebenaran tentang sejumlah besar rakyat yang hidup di bawah kondisi yang tidak layak pada saat para pemimpin nasional dan internasional mempromosikan kemitraan baru Meksiko di NAFTA. Komunike-komunike Marcos bergema dengan gerakan populer lainnya, menarik sebuah jaringan pendukung yang terilhami cita-cita Zapatista tentang demokrasi, keadilan dan kebebasan. Tahun 1995, Marcos masuk daftar nominasi untuk Premio Chiapas sebagai pengakuan atas sumbangannya bagi promosi kebudayaan di dalam negeri. Karya-karya sastranya termasuk rangkaian terkenal percakapan dengan seekor lebah bernama Durito dan narasi yang menggambarkan ajaran-ajaran Antonio sang empu, seorang Indian Tzeltal yang digambarkan sebagai orang bijak yang telah mengajarkan Marcos bagaimana hidup di rimba belantara dan memahami rakyat Maya. Tulisan-tulisan politiknya begitu terkenal dan dikagumi oleh para analis politik (Montemayor, 1997:56). Komunike berikutnya dikeluarkan pada tanggal 18 Januari 1994, untuk merespon tawaran awal Presiden Salinas untuk “memaafkan” para pemberontak Zapatista yang menerima gencatan senjata (SIPRO, 1994):
“Untuk apa kita meminta maaf? Untuk apa yang akan mereka “maafkan” dari kita? Untuk tidak sekarat karena kelaparan? Untuk tidak menerima kepedihan dalam diam? Untuk tidak membungkuk menerima beban besar sejarah penghinaan dan pengabaian? Untuk mengangkat senjata ketika kita tahu semua jalan telah tertutup? Untuk tidak mematuhi peraturan hukum Chiapas, yang paling absurd dan represif dalam sejarah? Untuk menunjukan pada negara dan seluruh dunia bahwa martabat manusia masih ada dan tinggal dalam hati rakyat yang paling termiskinkan? Untuk apa kita meminta maaf, dan siapa yang bisa mengabulkan permintaan maaf?”
Komunike ini, mewakili CCRI-CG, diterbitkan di surat kabar nasional, diterjemahkan dan dikirim ke internet, dan diperdebatkan di surat elektronik yang membantu membangun sebuah jaringan internasional untuk mendukung hak Zapatista untuk menggunakan cara damai untuk meraih tujuan politisnya. Ketika tentara melepaskan sebuah serangan di wilayah yang dipegang Zapatista pada bulan Februari tahun 1995, kelompok-kelompok solidaritas internasional dan para aktivis HAM melakukan protes didepan konsulat dan kedutaan Meksiko. Ornop-ornop dan organisasi-organisasi HAM mengirim perwakilan ke Chiapas untuk mendampingi kepulangan ratusan keluarga yang terusir akibat kekerasan militer. Lobi-lobi yang dilakukan warga AS, Kanada, Denmark, Italia, Spanyol dan Jerman di parlemen-parlemen nasional dan kongres menghasilkan sebuah petisi formal yang mendorong pemerintah Meksiko untuk mematuhi Kesepakatan San Andres tahun 1996 tentang Hak-hak Masyarakat Adat dan Kebudayaan (La Jornada, 4 Maret 1997)
Tepat setelah duabelas hari pertempuran, EZLN mengupayakan untuk memajukan agendanya dalam berbagai arena, dari negosiasi-negosiasi dengan pemerintah untuk membangun sebuah hubungan dengan masyarakat. Dengan cara ini, gerakan Zapatista mampu menantang kekuasaan negara dan penentngannyaa ini dapat melekat dalam kehidupan kebudayaan sehari-hari. Ia menggunakan pembingkaian wacana tandingan (counter-discoursive framing) untuk menafsirkan kembali simbol-simbol nasional yang jauh lebih mendukung untuk proyek alternatif. Gerakan Zapatista berupaya untuk membangun sebuah gerakan berdasarkan sebuah pemahaman yang sama tentang hambatan-hambatan yang dihadapi (sebuah rejim otoriter dan pasar yang semakin meraja) dan sebuah keinginan kolektif untuk mengupayakan alternatif. Dalam istilah Gramsci (1971), EZLN telah mengubah strateginya dari sebuah “perang gerakan” yang menantang kekuasaan negara melalui kekuatan bersenjata menjadi “perang posisi” yang menandingi kepemimpinan intelektual dan moral kelas yang berkuasa di Meksiko.
Tahap pertama negosiasi terjadi di Katedral San Cristobal di bulan Maret 1994. Kehadiran media menempatkan gerakan dalam sorotan nasional. Transmisi radio membawa suara-suara masyarakat adat yang diwakili perwakilan-perwakilan Zapatista ke desa-desa seluruh Chiapas. EZLN memanfaatkan perhatian media untuk menyajikan wacana inklusif EZLN seperti ketika Komandante David memperkenalkan dirinya kepada perunding dari pihak pemerintah sebagai “David, Tzotzil, seratus persen orang Chiapas, seratus persen orang Meksiko (Monsivais 1995:470). Lebih jauh inti dari wacana itu ditekankan oleh Zapatista dengan membuka gulungan bendera Meksiko dan mengibarkannya. Komisioner pemerintah, Manuel Carnacho Solis, merasa wajib untuk bergabung dengan mereka dengan cara memegang ujung bendera. Zapatista menyampaikan kepada publik bahwa perjuangan mereka bukanlah untuk menentang bangsa tapi untuk sebuah bentuk baru kebangsaan yang di dalamnya keragaman kebudayaan Meksiko diakui setara (Monsivais, 1995).
Zapatista telah menggunakan politik kebudayaan untuk berkomunikasi dengan masyarakat sipil. Misalnya, mereka telah membangkitkan kembali simbolisme Aguascalientes, kota tempat pengikut asli Emiliano Zapata dan para revolusioner lainnya mengadakan konvensi di tahun 1914 untuk sebuah kongres konstitusional (“La Convencion”) untuk menggambarkan masa depan revolusi Meksiko (Gilly, 1971; Womack, 1969). Aguascalientes baru untuk pertama kalinya dikonstruksi di Guadalupe Tepeyac di tahun 1994. Menyusul gagalnya pembicaraan damai di bulan Juni, EZLN mengeluarkan sebuah Deklarasi Kedua dari Rimba Lacandon, menghimbau masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam konvensi nasional demokratis, berdasar pada kongres tahun 1914, yang diadakan beberapa minggu sebelum pemilihan presiden pada bulan Agustus 1994. Konstruksi Aguascalientes merupakan sebuah hajatan kolektif berskala besar, melibatkan tenaga ratusan masyarakat adat lokal pendukung Zapatista yang menyusun sebuah tempat pertemuan dan kamar inap untuk menampung lebih dari 6000 peserta dari seluruh Meksiko. Pertemuan tersebut berupaya untuk membangun jaringan kerja warga negara baru dan berujung pada penciptaan sebuah forum permanen untuk mendiskusikan sebuah transisi demokratis.
Konvensi tersebut menandai sebuah kemajuan besar bagi EZLN. Dalam waktu kurang dari setahun Zapatista telah melangkah maju dari “profesional kekerasan” dan “pelanggar hukum” menjadi sebuah gerakan sosial baru yang sanggup membangkitkan dukungan para intelektual progresif yang paling berpengruh dan para pemimpin akar rumput. Fakta bahwa pemerintah melihat simbolisme Aguascalientes sebagai sebuah ancaman dipertegas ketika setelah serangan pemerintah pada tanggal 9 Februari 1995 tentara menghancurkan simbol tersebut. Agresi ini memaksa pengosongan Guadalupe Tepeyac dan pengusiran ribuan keluarga masyarakat adat (Perez Enriquez, 1998). Sebuah pangkalan militer besar dibangun di sana, menutup akses penduduk lokal ke bangunan pengobatan terbaik di wilayah tersebut.
Pentingnya kebudayaan yang dilekatkan EZLN pada situs Aguascalientes dipertegas dan dibuktikan selama dimulainya kembali pembicaraan damai di San Andres Larrainzar. Selama berlangsungnya diskusi tentang kemungkinan penarikan pasukan federal, ditegaskan kepada pemerintah bahwa penarikan pasukan dari Guadalupe Tepeyac tidak dapat dirundingkan. Komandante Tacho merespon dengan mendeklarasikan bahwa pemerintah boleh saja mengambil Aguascalientes EZLN karena EZLN berencana untuk membangun lebih banyak lagi. Beberapa bulan kemudian tidak lama sebelum peringatan tahun kedua pemberontakan, masyarakat sipil nasional dan internasional diundang untuk menghadiri perayaan pada tanggal 1 Januari 1996, pada salah satu dari empat situs baru Aguascalientes—tiga di dalam komunitas-komunitas hutan bagian timur dan satu di dataran tinggi, hanya 40 menit dengan mobil dari San Cristobal. Aguascalientes kelima diresmikan di Robero Barrios dekat Palenque pada bulan Mei 1996.
Pembangunan Aguascalientes baru menyimbolkan sebuah kelahiran kembali untuk EZLN. Dibawah tekanan keamanan yang begitu kuat, ratusan pendukung Zapatista bekerja sepanjang waktu mengkonstruksi situs-situs baru. Di Oventic, pusat dataran tinggi, tentara federal berkonvoi, termasuk tank-tank baja beroda empatpuluh lengkap dengan senjatanya melewati sisi-sisi situs sebagai upaya untuk mengintimidasi. Di hutan, pesawat udara dan helikopter mengganggu para pekerja, mengambil gambar dan menodongkan senjata. Namun Zapatista tetap bertahan melakukan kerja-kerjanya, dan empat Aguascalientes Baru diresmikan pada Hari Tahun Baru 1996 dengan festival-festival kebudayaan yang diselenggarakan oleh sebuah karavan artistik dari Kota Meksiko yang diwarnai dengan teriakan: “Kita tidak sedang menghimbau untuk angkat senjata, tapi kita ingin bernyanyi untuk mereka yang berani berteriak, “cukup adalah cukup!” Di situs Aguascalientes di dataran tinggi Oventic, Komandante Moises berkata: “pemerintah telah mengancam kita ketika kita sedang membangun situs ini, tapi kita, masyarakat adat Chiapas, tidak perlu meminta izin untuk menggunakan tanah kita seperti yang kita mau. Konstruksi situs ini membuktikan bahwa jika pemerintah merampas sebagian dari kita, maka tindakan itu akan berbalas berlipat ganda”(wawancara, Januari 1996).
Para perunding Zapatista juga menggunakan pembicaraan damai di San Andres Larrainzar pada tahun 1995 sebagai sebuah forum untuk menegaskan kembali identitas kebudayaan mereka sebagai rakyat Maya. Komunike EZLN menyebut kota tersebut “San Andres Sacamch’en de los Pobres” untuk mengakui keberadaan gua-gua sakral di wilayah itu dan untuk menolak warisan kolonial yang melekat di nama resmi kota tersebut (keluarga Larrainzar mengontrol sebagian besar tanah di wilayah itu). Penunjukan kebanggaan kebudayaan tersebut menjadi begitu populer di kota yang kehadiran Ladinos di sana sejak tahun 1970an tidaklah terlalu signifikan. Penekanan pada identitas masyarakat adat juga ditonjolkan lewat ketidakhadiran Marcos dalam pembicaraan damai. Tim perunding EZLN tersusun dari sembilan perwakilan rakyat Maya dari berbagai wilayah dataran tinggi dan bagian timur dataran rendah. Beberapa delegasi EZLN memakai pakaian upacara tradisional dataran tinggi, terdiri dari topi lebar dengan pita-pita, tunik katun, mantel wol, ikat pinggang rotan dan sandal kulit. Topeng papan kayu menutupi identitas individual mereka dan dimaksudkan untuk menonjolkan watak kolektif perjuangan.
Sekaligus juga dalam pembicaraan-pembicaraan damai, EZLN mengedepankan agendanya melalui pengorganisasian pertemuan nasional dan internasional dengan masyarakat sipil. EZLN mengundang banyak orang untuk menghadiri Forum Masyarakat Adat Nasional yang di dalamnya ada para perwakilan dari 35 kelompok suku masyarakat adat. Pertemuan-pertemuan ini mengikuti prinsip EZLN “rule by obeying” (berkuasa dengan mematuhi), menghimbau delegasi Zapatista untuk menempatkan diri mereka di meja perundingan sebagai utusan demokratis dari permasalahan-permasalahan yang diekspresikan oleh para perwakilan masyarakat sipil. Dokumen-dokumen yang dihasilkan Forum Masyarakat Adat Nasional menyajikan landasan untuk Kesepakatan San Andres tentang Hak-hak Masyarakat Adat dan Kebudayaan, yang ditandatangani oleh pemerintah dan EZLN pada bulan Februari tahun 1996.
Forum Masyarakat Adat Nasional bagaimanapun adalah sebuah momen penting untuk kebudayaan masyarakat adat Meksiko. Sejarawan Jan de Vos menggambarkannya sebagai berikut (wawancara dengan San Cristobal de Las Casas, Januari 1996):
“Ini adalah forum nasional pertama bagi masyarakat adat di Meksiko. Forum ini merupakan sebuah cara penting untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa masyarakat adat di Chiapas tidak hanya membuat tuntutan-tuntutan lokal. Tuntutan-tuntutan mereka digaungkan di sini oleh sejumlah besar organisasi-organisasi dan kebudayaan masyarakat adat dari seluruh negara … forum ini akan menunjukkan karakter nasional tuntutan-tuntutan masyarakat adat.”
Forum kedua, tentang reformasi negara Meksiko, diselenggarakan EZLN enam bulan kemudian, pada bulan Juli tahun 1996. Forum ini kembali bertempat di San Cristobal, kali ini mengumpulkan para intelektual dari seluruh Meksiko untuk membahas tema demokrasi politik, demokrasi sosial, kedaulatan nasional dan demokrasi, partisipasi warga negara, HAM, reformasi peradilan, dan media komunikasi. Manuel Lopez Obrador, pimpinan partai oposisi, PRD bertemu dengan Marcos untuk membahas kemungkinan sebuah aliansi strategis untuk pemilu kongres nasional tahun 1997. Forum tersebut dimaksudkan untuk menyediakan landasan untuk penandatanganan kesepakatan kedua antara EZLN dengan pemerintah. Namun, proses damai terputus sebulan kemudian karena EZLN frustrasi melihat ketiadaan kemajuan dalam implementasi Kesepakatan San Andres.
Sejak terputusnya proses damai, perdebatan politik telah bergulir seputar pelaksanaan Kesepakatan San Andres, khususnya mengenai isu otonomi. Ketika Presiden Zedillo menolak sebuah proposal yang dikedepankan oleh sebuah komisi multipartai (untuk) legislator (Commision para la Concordia y la Pacification—COCOPA) untuk menterjemahkan kesepakatan ke dalam hukum, komunitas-komunitas masyarakat adat melihat tindakan Presiden ini sebagai pengkhianatan pemerintah. Komunitas-komunitas ini kemudian mengawali sebuah gerakan untuk menerapkan kesepakatan dalam praktek dengan membangun zon-zona otonom baru dengan pemerintahan adat yang paralel di Chiapas. Bukanlah suatu kebetulan jika salah satu tindakan pertama Vincente Fox setelah terpilih menjadi presiden adalah menunjuk Luis H Alvarez, mantan gubernur Chihuahua dan mantan senator PAN, untuk mengepalai sebuah tim negosiasi untuk membangun kembali pembicaraan dengan EZLN. Sebagai seorang senator di masa lalu, Alvarez pernah menjadi bagian dari komisi yang mengubah Kesepakatan San Andres ke dalam sebuah proposal legislatif (Gubernur Chiapas yang baru terpilih di tahun 2000, Pablo Salazar Mendiguchia, terpilih dengan dukungan koalisi tujuh partai oposisi, juga pernah menjadi anggota COCOPA). Fox juga memerintahkan penarikan sebagian besar pasukan dari Chiapas, kecuali pasukan yang memang sudah disana sebelum pemberontakan. Dari semua fakta ini, kemudian, kelihatannya kondisinya telah sesuai untuk solusi damai yang adil dan bermartabat untuk pemberontakan EZLN. Pencapaian ini akan menjadi sebuah perbaikan berarti untuk legitimasi Fox sebagai seorang demokrat.

Kesimpulan
Kajian tentang gerakan Zapatista dan demokrasi di Meksiko membangkitkan sejumlah pertanyaan: Apakah transisi Meksiko menuju demokrasi merespon permasalahan-permasalahan yang dimunculkan oleh gerakan Zapatista? Apakah sumbangan gerakan pada transisi tersebut, dan bagaimana gerakan tersebut terus mempengaruhi proses transisi? Prioritas apa sajakah yang harus dibangun untuk memajukan demokratisasi Meksiko di luar lingkup elektoral? Sebelum merefleksikan pertanyaan-pertanyaan ini, kami mengkaji beberapa teori demokrasi baru yang membantu menggali isu-isu yang dibangkitkan pemberontakan Zapatista.
Eilen Meiksins berpendapat (1995) bahwa membatasi demokrasi pada ruang-ruang politik memungkinkan kekuatan pasar untuk bekerja tanpa akuntabilitas demokratis dalam lingkup kehidupan yang fundamental, memancing pertanyaan tentang sampai tingkat manakah demokrasi dalam konsepsi aslinya sebagai “kekuasaan di tangan rakyat” dapat dicapai dibawah kapitalisme. Alain Touraine memiliki pendapat yang sama: ”sampai tingkat tertentu, ekonomi pasar adalah anti thesis demokrasi, karena pasar berupaya mencegah lembaga-lembaga politik untuk mengintervensi aktivitasnya (ekonomi pasar), padahal politik demokratis berupaya untuk mempromosikan intervensi untuk melindungi yang lemah dari dominasi yang kuat.”(1997:189). John Dryzek (1996) juga menganggap kapitalisme sebagai sebuah hambatan bagi demokrasi, tapi ia mendukung potensi masyarakat sipil untuk mencapai demokrasi. Baginya prospek untuk demokrasi di bawah kapitalisme global “lebih baik berada di tangan masyarakat sipil ketimbang institusi-institusi pemerintah, lebih baik melebihi ketimbang dalam batas nasional, dan dalam lingkup kehidupan yang tidak selalu diakui politis” (1996:3-4). Akhirnya, Takis Fotopolus (1997) menawarkan sebuah model baru demokrasi inklusif yang memperluas praktek-praktek demokrasi melebihi domain formal politik untuk menyertakan lingkup kehidupan sehari-hari dan kontrol sosial terhadap pasar. Benang merah dari teori-teori demokrasi ini adalah bahwa setiap penilaian wilayah politik, jika dibatasi pada masyarakat politis atau negara, tidak mampu menawarkan masyarakat akses yang cukup ke kekuasaan demokratis atas keputusan-keputusan kritis yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.
Pemberontakan Zapatista menyumbang perluasan demokrasi dalam domain masyarakat politis dan juga melebihi domain tersebut—ke dalam masyarakat sipil dan lingkup kebudayaan. Pemberontakan Zapatista sekaligus juga berupaya untuk memperluas demokratisasi ke wilayah ekonomi untuk menangani ongkos sosial reformasi pasar neoliberal. Mungkin paradoks yang paling penting adalah EZLN menjadi organisasi gerilya pertama yang menawarkan pemecahan masalahnya melalui cara damai. Setelah pemberontakan, EZLN berupaya mendorong masyarakat sipil untuk mengubah korelasi kekuatan antara negara dan masyarakat sipil dan untuk menggulingkan PRI yang sedang berkuasa. Sementara PRI memenangkan pemilu tahun 1994, pemberontakan EZLN mengilhami masyarakat sipil untuk mempertanyakan monopoli kekuasaan PRI yang kemudian mepercepat tahap reformasi politik. Hasil penting yang dihasilkan pemberontakan tersebut adalah terbangunnya observasi elektoral sipil dan internasional, IFE yang direformasi dan independen, Majelis Rendah Kongres yang dikontrol oleh kaum oposisi, dan pemilihan walikota Kota Meksiko. Untuk pertama kalinya, pada tahun 2000 PRI mengadakan pemilihan penting untuk memilih kandidat PRI untuk pemilihan presiden. Akhirnya, kemenangan Vincente Fox dari PAN di pemilu tahun 2000 mengawali sebuah perubahan besar sistem politik Meksiko.
Akibat gerakan Zapatista, ruang-ruang baru untuk partisipasi politik telah dibuka dalam masyarakat sipil. Melalui konsultasi populer dengan kelompok-kelompok sipil mulai dari para pendukung masyarakat adat sampai anggota masyarakat sipil internasional dan melalui pertemuan-pertemuan langsung dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil, EZLN telah mendorong diskusi dan perdebatan demokratis. Jaringan kerja ornop mulai muncul di Meksiko pada tahun 1980an, tetapi pemberontakan Zapatista mengilhami pertumbuhan besar ornop yang tersebar luas baik untuk menghentikan perang di Chiapas maupun berjuang untuk menaikan isu di bawah agenda yang lebih luas yaitu demokratisasi. Beberapa ornop membatasi aktivitas dan hubungan mereka pada wilayah masyarakat sipil dan mampu menjaga otonominya, sementara ornop lain menjadi “rekanan politis” atau membangun hubungan dengan negara, mengikuti jalan yang sebelumnya ditempuh oleh partai-partai politik. Accion Civica (Asosiasi Sipil), misalnya, menerima dana dari negara, dan berujung pada komitmen-komitmen yang menghapuskan otonominya. Ilan Seno (1999) menjelaskan bahwa semakin banyak anggota ornop yang bergabung dengan partai-partai politik, terpaksa dilakukan kompromi-kompromi yang berkaitan dengan identitas organisasi dan kemampuan untuk bekerja secara otonom. Untuk penjelasan ini, Zapatista yang berfokus pada wilayah masyarakat sipil menganggap rejim politik PRI tidak bisa dikompromikan dan otoriter.
Dalam lingkup sosial kebudayaan, gerakan Zapatista menentang praktek rasis di Meksiko dengan membangun sebuah kesadaran baru tentang hak-hak indigenous peoples. Mungkin inilah salah satu sumbangan langsung yang pernah dibuat EZLN untuk demokratisasi. Seperti yang dicatat oleh Monsivais: ”Untuk pertama kalinya, rasisme Meksiko telah diungkap pada level nasional … sejak revolusi Chiapas tahun 1994 … banyak sekali buku mengenai soal-soal Indian yang diterbitkan, jauh lebih banyak dari pada yang sudah-sudah” (1999). Kesepakatan San Andres memang menekankan sebuah program reformasi yang signifikan, yang jika dijalankan, akan melalui sebuah jalan panjang menuju penyelesaian permasalahan historis masyarakat adat Meksiko. Perdebatan seputar otonomi dan Meksiko sebagai bangsa yang majemuk menyertakan beberapa proposal alternatif untuk desentralisasi dan penguatan demokrasi lokal (Diaz Polanco, 1997; Hernandez Navarro dan Vera Herrera, 1998; Harvey dan Halverson, 2000).
Gerakan Zapatista berupaya untuk memperluas demokratisasi dalam lingkup ekonomi dengan mengangkat isu neoliberalisme (kecenderungan menuju pasar bebas dan perdagangan global) sebagai sebuah model ekonomi. Memburuknya kesenjangan sosial ekonomi menyusul reformasi pasar bebas memancing EZLN untuk mempertanyakan hubungan antara marjinalisasi ekonomi dengan peminggiran politik dan sejauh mana ini semua menghalangi demokrasi. Gerakan Zapatista telah mengkritik lunturnya kemampuan negara bangsa untuk membentuk ekonomi domestik ketika negara tersebut semakin terintegrasi kedalam kapitalisme global. Gerakan Zapatista telah bergabung dengan permasalahan-permasalahan yang diangkat oleh sebuah gerakan transnasional yang – berdasarkan prinsip keadilan sosial – mengadvokasi sebuah konseptualisasi ulang tentang bagaimana kekuatan pasar merupakan pihak yang bertanggungjawab atas efek yang memendaeritakan dari globalisme neoliberal.
Sebagai sebuah tantangan eksternal terhadap sistem politik, gerakan Zapatista telah mempercepat demokratisasi di Meksiko. Gerakan ini membangkitkan gugatan pada 71 tahun monopoli kekuasaan PRI dan memperkuat kapasitas masyarakat sipil untuk menyampaikan segala permasalahannya. Dalam cara ini, gerakan Zapatista telah memperbaiki ketidakseimbangan sejarah dari sebuah negara yang begitu angkuh dan dominan dalam hubungan negara-masyarakat. Namun, ironi menyedihkannya adalah pencapaian yang diraih gerakan Zapatista ini telah membuat dukungan dari konstituennya saat ini melemah, sebut saja, dari komunitas-komunitas masyarakat adat yang merupakan basis pendukung di Chiapas. Beberapa orang menyatakan bahwa kondisi konstituen ini jauh lebih buruk terutama dalam hal keamanan ekonomi dan fisik (Gilly,1999). Kita boleh berharap bahwa tragedi ini akan berakhir dibawah administrasi pemerintah yang baru.
Dalam proses panjang berikutnya, banyak pertanyaan tentang transisi Meksiko menuju Demokrasi yang perlu diselesaikan. Satu hal yang pasti tentang pemerintahan Vincente Fox adalah ia akan terus berada di jalur neoliberalisme (Otero, 2000). Pertanyaanya adalah sejauh mana pemerintahan Vincente Fox ini akan menanggapi tekanan dari bawah untuk menyelesaikan beberapa konsekuensi sosial neoliberalisme yang jauh lebih buruk. Bisakah gerakan sosial yang mendukung tuntutan-tuntutan Zapatista mencapai visinya tentang transformasi sosial melalui melalui demokratisasi negara Meksiko dengan tekanan dari bawah? Bahkan jika demokrasi berniat menyertakan kepentingan-kepentingan mayoritas rakyat Meksiko, bagaimana sebuah masyarakat sipil yang berdaya pada akhirnya akan berhadapan dengan perluasan model ekonomi neoliberal? Lebih penting lagi untuk pembangunan politik Meksiko jangka panjang, dapatkah negara cukup tertransformasikan sehingga mau memenuhi tuntutan otonomi dan kontrol sumberdaya tanah yang dituntut dan diteriakan oleh gerakan masyarakat adat? (Rojas dan Perez, 2001; Congreso Nacional Indigena, 2001) Agenda-agenda yang berbenturan sehubungan dengan jalan yang akan ditempuh Meksiko menuju demokrasi saat ini akan menjadi basis perdebatan di masa akan datang. Jaringan kerja dan aliansi yang kuat yang dibangun Zapatista di antara kelompok-kelompok etnis masyarakat adat dan lebih luasnya dalam masyarakat sipil Meksiko, juga dialog dan aliansi masyarakat lintas batas yang telah mereka bangun, akan terbukti penting bagi resolusi-resolusi yang akan dibuat Zapatista.***)

Daftar Pustaka
Autonomedia
1994 Zapatistas! Documents of the NewMexican Revolution (December 31, 1993-June 12). New York: Autonomedia.
Barry, Tom
1995 Zapata’s Revenge: Free Trade and the Farm Crisis in Mexico. Boston: South End Press.
Bruhn, Kathleen
1996 Taking on Goliath: The Emergence of aNewLeft Party and the Struggle for Democracy in Mexico. University Park: Pennsylvania State University Press.
Camp, Roderic Ai
1995 Politics in Mexico. New York and Oxford: Oxford University Press.
Centro de Derechos Humanos Fray Bartolomé de Las Casas
1996 Ni paz ni justicia. San Cristóbal de Las Casas, Chiapas.
1998 Acteal: Entre el duelo y la lucha. San Cristóbal de Las Casas, Chiapas. Centro de Derechos Humanos “Miguel Agustín Pro Juárez,” A.C.
1998 Chiapas: La guerra en curso. Mexico City.
Collier, George A. with Elizabeth Lowery Quaratiello
1994 Basta: Land and the Zapatista Rebellion in Chiapas. Oakland: Food First.
Congreso Nacional Indigena
2001 “Declaración por el reconocimiento constitucional de nuestros derechos colectivos.” Nurío, Michoacán, México.
CONPAZ (Coordinación de Organizaciones No-Gubernamentales por la Paz)
1996 Militarización y violencia en Chiapas. San Cristóbal de Las Casas, Chiapas.
Cooper, Marc
1994 Zapatistas: Spreading Hope for Grassroots Change. Westfield, NJ: Open Magazine. Pamphlet Series.
Cornelius, Wayne
1996 Mexican Politics in Transition. La Jolla, CA: Center for U.S.-Mexican Studies, University of California, San Diego.
Cornelius, Wayne and David J. Myhre (eds.)
1998 The Transformation of Rural Mexico: Reforming the Ejido Sector. La Jolla, CA: Center for U.S.-Mexican Studies, University of California, San Diego.
Dagnino, Evelina
1998 “Culture, citizenship, and democracy: changing discourses and practices of the Latin American left,” pp. 33-63 in S. Alvarez, E. Dagnino, and A. Escobar (eds.), Cultures of Politics, Politics of Cultures: Re-Visioning Latin American Social Movements. Boulder and Oxford: Westview Press.
Davis, Diane E.
1994 “Failed democratic reform in contemporary Mexico: from social movements to the state and back again.” Journal of Latin American Studies, no. 26, pp. 375-408.
de Vos, Jan
1997 Vivir en frontera: La experiencia de los indios de Chiapas.Mexico City: CIESAS-INI.
Díaz Polanco, Hector
1997 La rebelión zapatista y la autonomía. Mexico City: Siglo Veintiuno Editores.
Dryzek, John S.
1996 Democracy in Capitalist Times: Ideals, Limits, and Struggles. New York and Oxford: Oxford University Press.
EZLN (Ejército Zapatista de Liberación Nacional)
1996 Crónicas intergalácticas: Primer Encuentro Intercontinental por la Humanidad y contra el Neoliberalismo. San Cristóbal de Las Casas, Chiapas.
Fotopoulos, Takis
1997 Towards an Inclusive Democracy: The Crisis of the Growth Economy and the Need for a New Liberatory Project. London: Cassell.
García de León, Antonio
1995 “Prólogo,” in EZLN, Documentos y comunicados. Mexico City: Ediciones Era.
Gilly, Adolfo
1971 La revolución interrumpida. 4th edition. Mexico City: Editorial El Caballito.
1999 “Acteal: la guerra perversa.” La Jornada, December 22.
Gramsci, Antonio
1971 Selections from the Prison Notebooks. Edited and translated by Quintin Hoare and Geoffrey Nowell Smith. New York: International Publishers.
Güemes, César
1999 “La no guerra de Chiapas es una guerra: decir algo que molesta al gobierno, un sino cuando estoy en México.” La Jornada, November 28.
Harvey, Neil
1996 “Rural reforms and the Zapatista rebellion: Chiapas 1988-95,” pp. 187-208 in Gerardo Otero (ed.), Neoliberalism Revisited. Boulder and Oxford: Westview Press.
1998 The Chiapas Rebellion: The Struggle for Land and Democracy. Durham, NC, and London: Duke University Press.
Harvey, Neil and Chris Halverson
2000 “The secret and the promise: women’s struggles in Chiapas,” in Aletta Norval and David Howarth (eds.), Discourse Theory and Political Analysis. Manchester: Manchester University Press. In press.
Hellman, Judith Adler
1983 Mexico in Crisis. 2d edition. New York: Holmes and Meier.
Hernández Navarro, Luis and Ramon Vera Herrera (eds.)
1998 Los acuerdos de San Andrés. Mexico City: Ediciones Era. Human Rights Watch
1997 Implausible Deniability: State Responsibility for RuralViolence inMexico.NewYork.
La Botz, Dan
1995 Democracy in Mexico: Peasant Rebellion and Political Reform. Boston: South End Press.
Linz, Juan and Alfred Stepan
1996 Problems of Democratic Transition and Consolidation: Southern Europe, Southern America, and Post-Communist Europe. Baltimore and London: Johns Hopkins University Press.
Loaeza, Soledad
1997 “Partido Acción Nacional: opposition and the government in Mexico,” pp. 23-35 in Mónica Serrano (ed.), Mexico: Assessing Neo-Liberal Reform. London: Institute of Latin American Studies, University of London.
López Astráin, Martha Patricia
1996 La guerra de baja intensidad en México. Mexico City: Universidad Iberoamericana and Editorial Plaza y Valdéz.
Meiksins Wood, Ellen
1995 Democracy Against Capitalism: Renewing Historical Materialism. New York: Cambridge University Press.
Mendez Asensio, Luis and Antonio Cano Gimeno
1994 La guerra contra el tiempo: Viaje a la selva alzada. Mexico City: Ediciones Tema de Hoy.
Monsiváis, Carlos
1995 “La consulta del EZLN,” in EZLN: Documentos y comunicados. Mexico City: Ediciones Era.
1999 “About the Project Mexico’s cultural landscapes: a conversation with Carlos Monsiváis,” in Rethinking History and the Nation-State:Mexico and the United States. Journal of American History 86.
Montemayor, Carlos
1997 La rebelión indígena de Chiapas. Mexico City: Editorial Joaquin Mortiz. Oppenheimer, Andrés
1996 Bordering on Chaos: Guerrillas, Stockbrokers, Politicians, and Mexico’s Road to Prosperity. Boston: Little, Brown.
Otero, Gerardo
1996a “Mexico’s economic and political futures,” pp. 233-245 in G. Otero (ed.), Neoliberalism Revisited: Economic Restructuring and Mexico’s Political Future. Boulder and Oxford: Westview Press.
1999 Farewell to the Peasantry? Political Class Formation in Rural Mexico. Boulder and Oxford: Westview Press.
2000 “Rural Mexico after the ‘perfect dictatorship.’ ” LASA Forum 31(3): 4-7.
Otero, Gerardo (ed.)
1996b Neoliberalism Revisited: Economic Restructuring and Mexico’s Political Future. Boulder and Oxford: Westview Press.
Otero, Gerardo, Steffanie Scott, and Chris Gilbreth
1997 “Newtechnologies, neoliberalism, and social polarization in Mexico’s agriculture,” in Jim Davis, Thomas Hirschl, and Michael Stack (eds.), Cutting Edge: Technology, Capitalism, and Social Revolution. London and New York: Verso.
Paz, Octavio
1994 “Chiapas: ¿Nudo ciego o tabla de salvación?” Vuelta, no. 207 (February), pp. C-H. Pérez Enríquez, Ma. Isabel
1998 El impacto de las migraciones y expulsiones indígenas de Chiapas: San PedroChenalhó y San Andrés Sacamch’en de los Pobres, Larráinzar. Tuxtla Gutiérrez, Chiapas: Universidad Autónoma de Chiapas, Facultad de Ciencias Sociales y Asociación Mexicana de Estudios de Población.
Prud’homme, Jean François
1998 “Interest representation and the party system in Mexico,” pp. 169-192 in Philip D. Oxhorn and Graciela Ducatenzeiler (eds.), What Kind of Democracy? What Kind of Market? Latin America in the Age of Neoliberalism. University Park: Pennsylvania State University Press.
Ribeiro, Gustavo Lins
1998 “Cybercultural politics: political activism at a distance in a transnational world,” pp. 325-352 in S. Alvarez, E. Dagnino, and A. Escobar (eds.), Cultures of Politics, Politics of Cultures: Re-Visioning Latin American Social Movements. Boulder and Oxford:Westview Press.
Rojas, Rosa and Matilde Pérez
2001 “Plantean indígenas realizar un levantamiento nacional pacífico para alcanzar su autonomía.” La Jornada, March 5.
Semo, Ilán
1999 “Mexico, the puzzle: a conversation about civil society and the nation with Ilán Semo,” in Rethinking History and the Nation State: Mexico and the United States. Journal of American History 86.
SIPRO (Servicios Informativos Procesados, A.C.)
1994 Los hombres sin rostro 1: Dossier sobre Chiapas. Mexico City.
Slater, David
1998 “Rethinking the spatialities of social movements: questions of (b)orders, culture, and politics in global times,” pp. 380-401 in S. Alvarez, E. Dagnino, and A. Escobar (eds.), Cultures of Politics, Politics of Cultures: Re-Visioning Latin American SocialMovements. Boulder and Oxford: Westview Press.
Thomas, Rich
1993 “NAFTA: more winners than losers.” Newsweek, November 29, p. 10.
Touraine, Alain
1997 What Is Democracy? Translated by David Macey. Boulder and Oxford: Westview Press.
Woldenberg, José
1997 “The future of theMexican left,” pp. 36-49 in Mónica Serrano (ed.), Mexico: Assessing Neo-Liberal Reform. London: Institute of Latin American Studies, University of London.
Womack, John, Jr.
1969 Zapata and the Mexican Revolution. New York: Vintage Books.
Yúdice, George
1998 “The globalization of culture and the new civil society,” pp. 353-379 in S. Alvarez, E. Dagnino, and A. Escobar (eds.), Cultures of Politics, Politics of Cultures: Re-Visioning Latin American Social Movements. Boulder and Oxford: Westview Press.

0 komentar: